Tak ada yang bisa menyangkal kalau sekarang adalah era disrupsi. Bagaimana cara-cara baru menggantikan system lama. Bagaimana pemain baru menggeser pemain lama. Bagaimana inovasi dalam teknologi bergerak masuk ke dalam setiap bidang. Teknologi lama yang serba fisik berganti dengan teknologi digital yang lebih cepat, lebih efisien dan lebih bermanfaat.
Mau contoh nyata di sekitar?
Ada e-tol yang menggantikan tenaga manusia, tak akan ada lagi cerita seperti iklan tablet hisap zaman dulu. Cara belanja zaman now yang bahkan tak perlu lagi menginjakkan kaki di pasar, hanya perlu order via aplikasi atau marketplace dan belanjaan akan tiba di rumah tanpa repot tanpa capek.
Tentu masih ingat bagaimana konflik antara ojek pangkalan dan ojek daring? Yang bahkan sampai sekarang belum menemukan solusi. Atau bagaimana dulu kita begitu bahagia mendapatkan sepucuk surat yang wangi, sekarang cukup memencet tombol di ponsel dan kita akan tau kabar sahabat yang ada di belahan dunia lain.
Tak ada yang tak terkena efek dari disrupsi ini termasuk bidang legal dan finance. Topik inilah yang kemudian diangkat pada sebuah webinar yang diadakan oleh IDLC (Irma Devita Learning Center) bekerja sama dengan AMPUH UNHAS (Asosiasi Mahasiswa Hukum Perdata Fakultas Hukum Unhas) dan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.
Dengan tajuk “Inovasi di Bidang Legal Technology dan Financial Technology Sebagai Tantangan dan Peluang” webinar ini menghadirkan para narasumber yang tentu saja kompeten. Bagian yang menyenangkan bagi saya, cara sharing materinya begitu asik sehingga webinar yang berlangsung cukup lama ini bisa diikuti tanpa kantuk dan rasa bosan. Saya mencatat poin-poin penting yang saya dapatkan sebagai bahan pembelajaran untuk yang membutuhkan termasuk diri saya pribadi.
Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H (Dewan Pembina AMPUH dan Guru Besar Fakultas Hukum UNHAS) berbagi pandangan mengenai peluang besar dalam bidang legal tech di Indonesia sekaligus membuka secara resmi webinar ini.
Dengan menekankan bahwa sangat disayangkan Indonesia dengan jumlah penduduk sebesar 271,1 juta jiwa, belum punya pemain dalam bidang legal technology. Apalagi Indonesia juga termasuk sebagai pengguna internet yang teraktif dan terbanyak di dunia. Coba bandingkan dengan negara tetangga Singapura yang jumlah penduduknya jauh lebih sedikit, saat ini sudah memiliki 6 pemain dalam bidang legal technology.
Perlindungan Data Pribadi
Dr. Maskun, S.H, LL.M (Ketua Program Studi S1 Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNHAS) yang juga seorang dosen Telematika, membawakan materi tentang pentingnya perlindungan data pribadi di era internet. Dengan adanya kemajuan teknologi informasi, tentunya hal ini perlu diimbangi dengan tersedianya perangkat legal untuk mencegah kejahatan baru yang berkaitan dengan internet.
Sudah seringkali kita dengar kasus pembobolan rekening di Bank, manipulasi jumlah saldo, pemalsuan surat penting, tersebarnya data pribadi di aplikasi e-commerce, dan lain-lain. Bila kasus begini sering terjadi lama-lama bisa berimbas pada hilangnya kepercayaan masyarakat ke pemerintah dalam hal pelayanan publik.
Karena itulah penting untuk memberlakukan Cybercrime Law dan ICT Security. Dampak positifnya apa?
- Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu Negara
- Membantu negara terhindar dari menjadi surga dari pelaku kejahatan (teroris, kejahatan terorganisir, operasi penipuan)
- Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatan cybercrime
- Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha
- memberikan perlindungan terhadap data khusus yang sifatnya pribadi, rahasia, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi
- Melindungi konsumen sekaligus membantu penegakan hokum
- Mencegah korupsi
- Meningkatkan kemanan nasional
- Melindungi dunia usaha dari resiko bisnis
- Menjadi sarana untuk menghukum pelaku kejahatan di bidang teknologi informasi
- Meningkatkan peluang diakuinya catatan elektronik sebagai alat bukti sah di pengadilan dalam kasus kejahatan biasa (pencurian, pembunuhan, penipuan, penculikan) dan kasus kejahatan dengan computer/internet
Mempersiapkan Notaris/ PPAT yang Terampil di Era Digital
Baker Hostetler mempekerjakan 11 robot lawyer di seluruh cabang law firmnya di tiga benua. Akankah pekerjaan Notaris/PPAT juga akan terdisrupsi?
Pernyataan sekaligus pertanyaan ini menjadi salah satu materi yang dibagikan Irma Devita, S.H., M.Kn. (Founder IDLC).
Bagaimana pun juga, disrupsi sudah merambah ke bidang legal ditandai dengan digitalisasi seluruh produk hukum dan pendaftaran produk notaris /PPAT pada instansi terkait. Juga telah diberlakukan berbagai otomatisasi kontrak (digital contract), digital signature, digital documents, dan lain-lain. Bahkan Notaris, PPAT dan lawyer harus bersaing secara Artificial Intelligence (AI)
Jaman dulu pembuatan akta masih dilakukan secara konvensional di mana notaris, penghadap dan saksi harus bertemu muka. Di era digital, muncul yang disebut cyber notary di mana tatap muka bisa dilakukan dengan perantara internet sehingga tidak perlu bertemu langsung. Seiring itupun sudah diberlakukan sertifikat elektronik dari notaris, dan hal ini legal.
DuitHape : E-Payment for The Unbanked
Masuk ke inovasi di bidang finansial, narasumbernya adalah Sara Dhewanto, S.E., M.B.A (Founder & Managing Director DuitHape). Sejujurnya saya pertama kali mendengar tentang aplikasi Duit Hape ya via webinar ini. Awalnya saya pikir paling beda dikitlah dengan aplikasi serupa tapi tak sama lainnya, eh ternyata beda banget
Fintech lainnya mensyaratkan kepemilikan ponsel sedangkan DuitHape tidak perlu ponsel, yang penting punya muka (yang tentunya semua orang juga punya :D) makanya dikatakan bahwa DuitHape merupakan solusi e-payment yang berfokus pada lapisan masyarakat bawah yang umumnya belum memiliki rekening dan mayoritas bukan pengguna ponsel pintar.
Sejumlah kelebihan DuitHape:
- Terbukti. Sudah mendistribusikan bantuan ke lapisan terbawah hingga ke pelosok
- Tepat sasaran. Verifikasi biometric SetorMuka dan tepat guna, sesuai kebutuhan masyarakat
- Bebas korupsi. Mampu mencegah penyelewengan dan fully traceable (mudah pelacakannya).
- Mendukung financial inclusion. (1) Tanpa smartphone, tanpa kartu , untuk siapapun. (2) Cashless, pembayaran instan. (3) Memberdayakan UMKM, menggerakan roda ekonomi.
- Reliability. Mudah digunakan, mulai usia 5 – 80 tahun bisa menggunakan, termasuk difabel bisa memanfaatkannya. Juga bisa digunakan di daerah terpencil.
- Akuntabel dan data lengkap. Jelas siapa dapat apa, berapa, kapan, di mana. Live detailed data, untuk data driven policy.
- Siap pakai. Tanpa biaya investasi.
Yang paling mengena adalah penjelasan betapa memudahkannya ketika DuitHape dipakai saat situasi bencana. Sering dengarkan kalau para pengungsi harus menyiapkan kartu keluarga atau kartu tanda pengenal saat penyaluran bantuan? Nah boro-boro mikirin dokumen penting saat bencana datang tiba-tiba, bisa selamatkan diri dan keluarga saja sudah Alhamdulillah. Kadang bahkan korban bencana hanya berbekal dengan selembar pakaian di badan.
Nah, dengan DuitHape, penyaluran bantuan bisa dilakukan tanpa kartu, tanpa smartphone, tanpa bank. Si penerima manfaat bisa berbelanja di gerai/warung yang terkoneksi dengan sistem DuitHape hanya dengan scanning wajah dan pin. Btw DuitHape sudah mendaftarkan patennya di KEMENKUNHAM tahun 2019 sebagai fintech untuk penyaluran distribusi bantuan sosial. Alur penyalurannya seperti infografis di bawah ini :
Dengan demikian, akan terjadi pergerakan roda ekonomi. Bukan hanya penerima yang merasakan manfaatnya melainkan juga semua pihak yang terlibat mulai dari pemerintah/lembaga pemberi bantuan, warung agen, dan tentu saja DuitHape sendiri.
Cyber Security, Digital Signature and Legal Technology
Satu tema yang lagi hangat diperbincangkan belakangan ini terkait kebijakan baru WhatsApp soal data pengguna bisa dibagikan kepada pihak ketiga yakni Facebook, kembali menjadi pengingat bahwa betapa rentannya berbagi data personal di internet.
Evandri G. Pantouw, S.H (CEO Indexalaw) yang menjadi narasumber terakhir dalam webinar ini, berbicara panjang lebar tentang perkembangan teknologi dan bagaimana data menjadi satu poin yang sangat penting.
Saat kita mendaftar di sebuah aplikasi, katakanlah Facebook yang menjadi salah satu sosial media populer, pahamkah kita data apa saja yang sudah kita berikan? Yakin deh sebagian besar akan menjawab tidak tau 😀 Saya sendiri baru paham, betapa banyaknya data personal yang dikumpulkan pihak Facebook setelah mengikuti materi ini.
Personal data yang dimaksud misalnya sidik jari/informasi genetik, catatan medis, informasi finansial, riwayat perjalanan dan lokasi, pola kebiasaan dan ketertarikan dalam suatu hal, informasi pekerjaan dan alamat rumah hingga informasi keluarga termasuk keyakinan/agama yang merupakan data sensitif.
Bayangkan dari sekian juta pengguna facebook di seluruh dunia, berapa banyak data yang mereka peroleh? Pertanyaan selanjutnya, untuk apa data-data ini? Amankah? Bagaimana seandainya terjadi penyalahgunaan data personal tersebut?
Inilah yang membuat cyber security menjadi sangat penting karena semua data akan masuk ke aplikasi cloud. Sayangnya, belum ada aturan kuat yang mengatur sistem cloud di Indonesia yang berakibat rentannya data user di Indonesia.
Pembahasan berlanjut ke perbedaan Electronic Signature dan Digital signature. Ada yang masih pake aplikasi paint untuk mengedit tanda tangan lalu imagenya dipindahkan ke dokumen? *acung jari* Inilah yang namanya electronic signature (tanda tangan elektronik).
Electronic signature tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak diakui dalam UU ITE pasal 4 karena itulah rentan untuk disalahgunakan. Sedangkan Digital signature (tanda tangan digital), sifatnya lebih aman karena sudah dilengkapi 3 komponen yaitu tanda tangan elektronik, sidik jari, dan hash code.
Nah dalam pengamanan tanda tangan digital ini, prosesnya tentu lebih ribet dibanding sekadar buka paint lalu pindahkan gambar ke dokumen. Tanda tangan digital memanfaatkan public key infrastructure yang berisi beberapa penyelenggara yang melakukan pemeriksaan mulai dari Registration Authority, Certification Authority dan berakhir di Verification Authority.
4 narasumber berbagi informasi selama beberapa jam dalam webinar bertajuk Inovasi di Bidang Legal Technology dan Financial Technology Sebagai Sebuah Tantangan dan Peluang, sungguh membuka wawasan seputar Teknologi Informasi khususnya terkait bidang Legal dan Finansial.
Di akhir acara, MC mengumumkan penggalangan donasi gempa Sulawesi Barat – satu hal kecil yang bisa dilakukan borderless pula di zaman sekarang. Detail donasinya sebagai berikut:
Donasi Gempa Sulawesi
BNI Tebet: 948460620, a/n Yayasan Nima Rafa
Contact Person :
Gilang: +6281281676658, Dera: +62816106050
Ikuti akun-akun media sosial Irma Devita Learning Center untuk mendapatkan beragam pengetahuan seputar hukum dan informasi penting
Instagram: @idlc.id
Twitter: @idlc_id
YouTube: @IDLC ID
Line: @IDLC.ID
Facebook: @idlc.id
LinkedIn: @IDLC Irma Devita Learning Center
Podcast: IDLC ID (ngopi hukum)
WA: 087800099149
Era internet mengubah banyak hal. Perubahan terjadi di berbagai sektor akibat digitalisasi dan Internet of Thing (IoT). Saat sebuah inovasi mengubah hal-hal yang sebelumnya sudah tertata dengan rapi, tinggal bagaimana kita menangkapnya sebagai sebuah peluang sekaligus tantangan. Sudah siap?