Memasak bukan hanya sekadar menaikkan panci ke atas kompor, masukkan bahan dan bumbu, lalu disajikan. Lebih dari itu, memasak adalah proses transfer love and passion ke dalam setiap piring yang disajikan. Mungkin karena itulah, setiap masakan memiliki ceritanya sendiri.
Every food has its own story. Setuju dengan pernyataan ini? Selalu ada cerita di balik setiap masakan, entah dari cara pembuatannya, uniknya masakan tersebut, cerita tentang lokasinya, si pembuat masakan itu sendiri ataupun nostalgia yang ditimbulkan setiap masakan. Ada jenis-jenis masakan tertentu yang setiap kali mencicipinya atau bahkan sekadar menghirup wanginya, akan membangkitkan ingatan-ingatan yang mungkin saja sudah terkubur dalam-dalam.
Saya mengira, mungkin inilah yang jadi penyebab mengapa si pak suami tiba-tiba minta dimasakkan Nasu Pute Masakan Bugis. Masakan ini membangkitkan memori indah masa kecil dahulu, masakan ini mengingatkannya pada akarnya, seorang putra Bugis yang lahir dan besar di Sumatera.
Nasu Pute – Masakan khas Bugis
Dulu, wattu kecil ka di Barebbo, sering saya makan ini nasu pute. Tapi belajarka bikin nasu pute waktu di Pemusiran, di sana kalau ada acara pasti ada ini nasu pute. Ada yang namannya Puang Mannu, laki-laki, memang dia mi tukang masaknya kalo ada acara. Selalu saya bilangi, Pammanu, simpangkangka dadanya.
Dengan bersemangat ibu mertua memulai kisahnya. Ya saya belajar memasak Nasu Pute ini di ibu mertua saya, yang memang suku Bugis. Beliau melewatkan masa kecil di Barebbo, sebuah kampung di Kabupaten Bone. Seperti mamak-mamak kekinian lainnya, setiap kali suami atau anak request masakan tertentu, saya selalu mengandalkan simbah Google. Dan tau tidak, hanya ada satu resep yang saya temukan memuat tentang nasu pute ini. Dan setelah mencermati resep dan mengamati fotonya, saya berkesimpulan nasu pute-nya berbeda dengan yang biasa disajikan oleh ibu mertua saya. Ada cabai rawit di sana, padahal di masakan ibu mertua tidak pernah saya temukan sebijipun cabe rawit. Baiklah, demi pak suami dan nostalgia masa kecilnya, saya memutuskan belajar langsung kepada ibu mertua.
Baca juga : Dua resep olahan buah mangga
Dan itulah yang terjadi, bounding moment antara mertua dan menantu yang terjadi di dapur diselingi cerita-cerita nostalgia ibu mertua. Sewaktu kecil dulu, di Barebbo, ibu mertua sering sekali disajikan nasu pute ini. Beliau belajar membuat masakan ini saat di Pemusiran, sebuah desa kecil di Jambi yang didominasi oleh suku Bugis. Di sinilah kampung halaman pak suami, tempatnya dilahirkan dan dibesarkan sebelum hijrah ke Makassar. Setiap kali ada acara di Pemusiran, entah itu pernikahan, syukuran atau acara adat lainnya, bahkan saat lebaran pun Nasu Pute selalu disajikan. Yang digunakan selalu ayam kampung. Bagian dada dan paha ayam yang penuh daging akan dimasak menjadi Nasu Pute, sedangkan tulang-tulang dan potongan lainnya akan dimasak menjadi Nasu Cella’.
Jadi, Nasu Pute ini adalah masakan khas Bugis yang menggunakan daging ayam sebagai bahan dasarnya. Nasu berarti masakan, Pute berarti putih. Masakan ini memang berwarna putih pucat karena tidak menggunakan kunyit ataupun bumbu cabe besar yang memberi warna kemerahan pada masakan. “Ini masakan orang tua dulu, sudah jarang yang tau sekarang”, jawaban ibu mertua menuntaskan rasa penasaran saya tentang mengapa saya tak pernah menemukan masakan ini setiap kali silaturahmi saat Lebaran ke rumah-rumah keluarga di Bone. Selaluuuuu nasu likku yang ada di meja.
Akhirnya, dengan berbekal ilmu yang diturunkan dari ibu mertua, saya memberanikan diri memasak Nasu Pute untuk pak suami. Malam-malam saya nanya ke grup Blogger Makassar di mana yaaa bisa menemukan So Good Ayam Potong Paha dan Dada, soalnya saya cari di beberapa minimarket sekitaran kompleks dan semua kosong. Begitu dapat jawaban, meluncurlah saya saat itu juga menuju lokasi yang dimaksud. Dan tadaaaaa, ini dia Nasu Pute masakan khas Bugis yang saya sajikan untuk Anbhar, si pak suami 🙂
Resep Nasu Pute
Bahan :
• 1 kg So Good Paha dan Dada
• Santan dari 1 butir kelapa (santan kental dan encer)
• 5 butir Bawang merah, iris tipis
• 2 batang serai,geprek
• 1 lembar d. salam
• Merica bubuk secukupnya
Bumbu halus :
• Setengah bonggol bawang putih
• 2 sdt jintan putih
• 1 sdt ketumbar
• 2 ruas jari jahe
• Gula secukupnya
• Garam secukupnya
Cara Membuat :
1. Rebus ayam potong So Good Paha dan Dada hingga dagingnya lembut. Angkat, tiriskan.
2. Haluskan bumbu, mau diulek secara tradisional atau modern, bebasss, yang penting bumbunya halus. Saya pakai blender.
3. Tumis bawang merah iris hingga layu dengan minyak yang agak banyak, masukkan bumbu halus, daun salam, serai, dan merica bubuk. Tumis hingga harum.
4. Masukkan ayam potong So Good Paha dan Dada yang sudah direbus tadi, terus aduk hingga rata dan bumbu meresap.
5. Masukkan santan encer, aduk dan masak sampai mendidih dan air agak menyusut.
6. Tambahkan santan kental, aduk-aduk terus hingga mendidih agar santan tidak pecah. Koreksi rasa, tambahkan penyedap rasa jika suka. Angkat dan siap untuk disajikan.
Beberapa catatan penting dari ibu mertua,
- Jintan putih adalah penentu rasa di masakan ini, jadi sebaiknya pake agak banyak
- Bisa menggunakan santan instan, tapi rasanya akan sedikit berbeda. Lebih enak pakai santan segar dari kelapa parut
- Pastikan ayamnya segar, bisa menggunakan satu ayam utuh yang dipotong-potong tapi resep aslinya hanya pake dada dan paha ayam
Sejatinya, Nasu Pute dimasak dengan menggunakan ayam kampung, tapi sekarang demi alasan kepraktisan akhirnya seringkali diganti dengan ayam potong. Nah, berhubung pak suami minta Nasu Pute malem-malem dan 2 hari besoknya saya akan keluar rumah sepanjang hari akhirnya saya putuskan untuk cari ayam potong malam itu juga. Seperti yang saya ceritakan di atas, karena ga mungkin lagi ada yang jualan ayam jam 9 malam kecuali di minimarket modern, akhirnya saya cari info di group blogger MAM dan cuzz-lah saya ke lokasi yang disebutkan. Dapatnya di salah satu minimarket dekat Bandara Hasanuddin, itupun hanya tersisa satu bungkus saja. Lucky me 😀
Ketika melihat saya bawa ayam potong dalam kemasan seperti ini, ibu mertua langsung nanya-nanya hehhehe. Harganya berapa ini? Saya menyebutkan sejumlah angka. Termasuk murah itu ka daging semua, nda usahmi lagi dibersihkan.
Iya sih, salah satu kelebihan dari So Good ayam potong ya itu, ga repot lagi membersihkan. Hanya dibiarkan saja di suhu ruang sampai esnya cair atau direndam air kalau mau pake segera. Ayamnya ga lengket satu sama lain meskipun dalam kondisi beku, biasa kalau kita bekukan ayam jadi menggumpal gitu kan, mencairkannya mesti dipukul atau dibanting dulu biar terpisah. Pengalaman pribadi nih X)). Ada logo halalnya dan kemasannya menjaga higienitas serta kesegaran citarasa ayam potong. Kelebihan lainnya? Silakan caritau dengan membeli dan mencobanya sendiri hihihihi.
**
Mirip opor ya, Mbak. Tapi saya gak pakai jintan kalau masak opor 🙂
Iyya mba, pembedanya di jintan putih
Makasih resepnya Mamak Jo..
Saya orang bugis tapi belum pernah coba. Makasih resepnya, siap dieksekusi di dapur nih!
Nanti tag yak, klo sudah ekesekusi dan difoto 😀
Kalau dilihat dari bahannya, ini selalu dibuat ibuku juga. Selalu ada kalau lebaran, akikah dan acara lainnya. Tapi saya biasanya sebut ini opor putih. Rasanya sederhana tapi gurih, romantisme masa kecil itu yg buat rasanya jadi lebih istimewa.
Btw, kayaknya saya tertarik coba ayam potong kemasan ini. Secara eci suka minta makan ayam tengah malam. Hahaha
Iyya ini gurih, kata mertuaku, dulu di Jambi biasa disajikan dengan kentang rebus atau laksa
Wiiih enaknya kak Nanie. Pengenka cobaaaa. Bikin ngiler. Hiks
Waduh matimija, harus tanggungjawabka ini
Wow! Resep jadul terbantu oleh So Good.
Praktis banget ya ayam potong dalam kemasan ini.
Tapi saya cuman biasa lihat di C*rrf**r, belum pernah lihat dijual di mini market yg sekitar rumahku
Saya justru belum pernah cekcek di supermarket hihihi
oooo…pantesan itu hari di grup nanya2 mau beli ayam so good di. Suka ka klo ayamnya begini daging semua. biasanya saya grocery mingguan beli begini di Gelael yang dada semua ato paha semua.
Masakannya mirip opor di tapi lebih pucat. rasanya kayaknya nda jauh beda sama opor kayaknya. enaknya itu dimakan sama buras.
Iyya kak mirip opor, tapi pakai jintan 😀 kata mertuaku, dulu di Jambi makannya dengan laksa/bihun dan kentang rebus 😀
oke sepertinya saya pria yang paling gagah di deretan komentator hahaha
iya sekilas memang kayak opor, belum pernah makan juga dan penasaran bagaimana rasanya. bisalah kapan-kapan ditest dan diujicoba x))
Hahahha bisa bisa, nanti kapan2 bisa dicoba
Ssbuah resep masakan bisa di tulis sebagus ini oleh Ka Nanie . Kalau saya baca resepnya, bumbunya agak mirip2 sama opor putih. Hanya saja kalau saya masak opor nggak pakai jintan putih. Kebayang deh rasanya enak gurih yummii. Kalau bikin lagi, mintaka sepotong *lho
Iyya katanya sih mirip opor 😀
Jadi penasaran sama nasu pute ini. Aku suka rempah macam jinten putih pula. Hmmm… Patut dicoba 🙂
Aku suka pake banget mba sama rempah-rempah kaya si Jinten putih. Suami jugak. Mesti nih kalau ada santen jadinya gurih, Wangi dan ada sensasinya gitu. Uh, jadi pengen nyobaa 😀