Siang itu sebenarnya terik sekali, dan saya masih kurang fit. Tapi ini hari terakhir MIWF dan saya sudah terlanjur janji untuk hadir di sharing bersama Trinity Traveller pk 13.30 di Musium Kota Makassar. Sedari pagi saya sudah sibuk sms semua teman2 AM yang nomor kontaknya tersimpan di saya, tapi sayang sekali sebagian besar membalas dengan “mohon maaf, tidak bisa datang”.Tak apalah, mungkin waktunya yang kurang cocok.
Pukul 13.30 saya meninggalkan kantor, berempat dengan Astrid, Indry dan Umroh. Telat memang, tapi saya berharap setidaknya masih bisa mengikuti sebagian sesi sharingnya. Sudah hampir setengah 3 ketika motor memasuki halaman parkir musium Kota. Di kejauhan saya liat ada Kak Ochan dan Trinity duduk di tangga pintu masuk Musium Kota. Waduh, jangan-jangan sudah selesai 🙁 Saya buru2 bergabung dan disambut dengan kata2 “Nah ini Nanie dari Angingmammiri, seperti yang saya janjikan”. Saya lalu salaman dengan Trinity. “Gimana sharingnya mbak?” “Sudah selesai”. Yahhhh, saya terduduk kecewa di tangga Musium. Tapi belum 2 menit saya duduk, Trinity-nya berdiri dan bilang ” yuk, kita mulai saja”. Wah, sesi sharingnya ternyata belum dimulai, sepertinya menunggu teman2 AM yang ternyata pada tidak bisa hadir siang hari ini.
Di dalam museum ada banyak orang, Saya mengenali beberapa. Febry, Cikal, Aan, Riana, kak Armin, selebihnya ada anak2 muda berseragam merah, dan beberapa orang lagi yang saya tidak kenal.
Sesi sharing dibuka oleh Aan Mansyur, kemudian berpindah ke Ikhdah Henny, editor dari Bentang Pustaka, sebagai moderator. Awalnya sesi perkenalan, 4 orang yang akan berbagi pengalaman jalan2nya. Trinity The Naked Traveller, yang suka travelling pasti sudah tau. Fauzam Mukrim, yang sedang menulis buku Travellicious Makassar bersama Toar Sapada, dan terakhir, Adal, seorang anak muda yang meninggalkan Padang untuk keliling Indonesia.
Sesi berbagi yang seru. Ada beberapa yang mengkotak2kan travelling, koper, ransel, backpacking, flashpacking, turis dan lain sebagainya. Trinity tidak sependapat. Travelling pada dasarnya adalah niat. Ketika seseorang sudah melakukan perjalanan maka dia adalah seorang traveller. Tidak peduli dia menggunakan koper atau ransel, menginap di hotel atau hostel, dan lain sebagainya. Tidak ada aturan yang membatasi seorang backpacker harus menginap di hostel, tidak boleh di hotel. Selain itu yang paling menarik dari travelling sebenarnya adalah perjalanannya (journey), bukan tujuannya (destinition).
Trinity: Bila kita bisa berpikir, bisa berbicara maka sesungguhnya kita bisa menulis. Menulis sama dengan berbicara. Yang membedakannya cuma: berbicara menggunakan lisan dan menulis menggunakan tulisan. Banyak orang yang menulis kisah perjalanan, tinggal kita bagaimana membuat tulisan yang berbeda. Selalulah bertanya “kenapa, kenapa”. Menulislah, lengkapi infonya dan buatlah perbedaan.
Fauzan Mukrim: Jika suka kemapanan, jangan membaca buku travelling. Travelling itu seperti “kutukan”. Sekali mencoba, kita akan selalu ingin dan ingin. Travelling bukan tanpa resiko, bukan hanya yang enak-enak saja. Ada beberapa momen yang harus saya tinggalkan, karena saya sedang dalam perjalananan. Bapak sakit, adik wisuda kemudian Bapak meninggal dan saya tidak ada di sampingnya. Jika bisa menyesal, maka ini adalah penyesalan terbesar saya.
Adal: Hal yang saya sukai ketika travelling adalah berinteraksi dengan penduduk lokal.Travelling itu bukan masalah budget tapi lebih ke bagaimana mengatur di lapangan. Di NTB, saya 2 hari menumpang nginap di kantor polisi. Kenapa kantor polisi? Karena aman. Jika di masjid atau terminal tentu kita kepikiran barang dan keselamatan diri. Numpang ke mana-mana, naik truk, kadang2 mobil pribadi. Berpindah pulau pun numpang di kapal Ferry. Kadang dikasi, kadang dibentak. Satu hal, Kenapa ya di Indonesia, bila seseorang melakukan sesuatu diluar kebiasaan yang ada, dia disebut gila. Saya melakukan perjalanan naik motor Jakarta-Padang, disebut gila. Saya backpacking keliling Indonesia, disebut gila. Belanda yang jauh-jauh datang menjajah negeri kita, tetap disebut penjajah dan tidak disebut gila. Pola pikir ini yang harus diubah. Bagaimana mau melakukan hal luar biasa jika selalu disebut gila?
Sesi berbagi yang seru. Banyak hal yang saya serap. Setelah acara, saya berfoto dengan Trinity, minta tanda tangan Fauzan Mukrim dan membeli buku2 Trinity The Naked Traveller. Sayang sekali, ketika akan minta tanda tangan mbak Trinitynya sudah ga ada 😀 Ngobrol-ngobrol di halaman musium dengan Aan, Cikal, Kak Ochan, Adal. Berkenalan dengan River dan Mbak Deesan.
Sudah setengah 4 sore, ketika saya beranjak meninggalkan Musium Kota Makassar. Kembali menuju kantor, dengan benak yang terasa penuh. Terima kasih atas sharing pengalamannya. Sampai jumpa di MIWF 2012, ketika udara Makassar dipenuhi dengan sastra 🙂