Sampah, problem klasik di perkotaan. Pertambahan penduduk yang pesat di daerah perkotaan tentu berkontribusi banyak pada masalah sampah ini. Coba saja tengok TPA Antang, berton-ton sampah menumpuk dan terus ditambahkan setiap harinya.
Menurut Wikipedia, sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Aktivitas yang kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti sandang pangan dan papan, seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi menghasilkan barang yang dapat digunakan tapi di sisi lainnya menghasilkan material sisa yang tidak berguna baik berupa padatan, cair ataupun gas. Ditambah lagi dengan pola hidup konsumtif yang semakin banyak menambah populasi sampah..
Selama manusia masih beraktivitas, maka sampah akan selalu ada. Bayangkan, dalam satu hari satu orang rata-rata menghasilkan sampah sebanyak 600 gram. Dan ini berlangsung setiap hari. Sampah itu terdiri dari sampah basah, sisa makanan, kertas, plastik, dan benda-benda tak terpakai lainnya.
Sebuah animasi singkat pernah dirilis oleh NASA yang menunjukkan sampah di lautan dunia. Dari animasi itu, terlihat bila sampah menumpuk di lima bagian samudra terbesar di Bumi, yakni samudra Hindia, Pasifik (utara dan selatan), dan Atlantik (utara dan selatan). Semua sampah itu terbawa arus hingga membentuk pulau-pulau sampah raksasa.
Konon, Indonesia menjadi negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Cina. Menurut catatan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), tonase sampah di Indonesia terbilang tinggi yang mencapai 65 juta ton per tahun. Dan terus meningkat setiap tahunnya.
Sampah yang dihasilkan ini bisa berupa sampah organik ataupun non anorganik. Berbeda dengan sampah organik yang lebih mudah terurai sehingga dapat dimanfaatkan menjadi kompos, tipe sampah anorganik butuh waktu bertahun-tahun agar bisa menyatu dengan tanah. Bahkan untuk sampah plastik dibutuhkan berpuluh-puluh tahun lamanya sampai benar-benar hancur.
Banyak yang sudah tau bahwa menumpuknya sampah adalah sumber penyakit tapi tak banyak yang benar-benar peduli untuk mengolah sampahnya sendiri. Buang saja, habis perkara! Masalah buang membuang sampah ini terkadang bahkan bisa menjadi perdebatan antar tetangga. Ya siapa yang mau kebagian bau busuk dari tumpukan sampah yang dibuang para tetangga di samping rumahnya kan?
Bulan November kemarin, saya berkesempatan hadir di salah satu pelatihan pemberdayaan masyarakat, memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan produktif. Sambil mengikuti jalannya acara, saya sempat mengobrol dengan salah satu ibu-ibu peserta pelatihan yang dengan semangat bercerita pelatihan sebelumnya yang diadakan oleh perusahaan yang sama.
“Jadi bu, itu pelatihan sebelumnya saya yang mengajar ibu-ibu di sini. Saya ajarkan bagaimana memanfaatkan sampah misalnya teh gelas untuk diolah jadi tempat sendok atau tempat simpan air gelas” Demikian katanya sambil menunjukkan foto-foto.
Oh tawwa, bagusnya, lama dibikin itu? Jadi di mana maki ambil bahan bakunya?
Bikinnya tergantung waktu ta ji, kaya ibu-ibu di sini, kalau lagi duduk-duduk ki jaga warung, bisa mi sambil dia buat juga. Bahannya kan banyak ji dibuang-buang. Kalau saya, kebetulan di rumah itu jadi bank sampah, jadi sampah-sampah yang disetor bisa mi saya manfaatkan juga
Oh iye, saya pernah dengar ji soal bank sampah, yang di Rappocini itu dih?
Kalau yang di Rappocini itu Bank Sampah Pusat bu. Warga sekitar mengunpulkan sampah ke rumahku, nanti baru disetor ke Bank Sampah Pusat”.
Mengenal Bank Sampah
Bank sampah, salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah sampah. Disebut bank karena memiliki manajemen layaknya perbankan tetapi yang ditabung adalah sampah, bukannya uang. Cukup dengan membawa sampah walaupun hanya berat 1 kg sudah dihitung sebagai nasabah bank sampah. Penyetor sampah biasanya warga yang tinggal di sekitar lokasi bank sampah dan mendapatkan buku tabungan seperti saat menabung di bank. Sampah tersebut ditimbang lalu dicatat di buku rekening oleh petugas bank sampah. Setelah mencapai jumlah tertentu, tabungan bisa ditukarkan dengan uang ataupun sembako.
Sampah yang diterima memiliki persyaratan tersendiri, tidak semua sampah bisa disetor. Dari sampah organik bisa diolah menjadi kompos sedangkan sampah non organik dikelompokkan lagi menjadi : plastik, kertas, serta botol dan logam. Hasil pilahan ini kemudian dibeli oleh ibu-ibu PKK yang akan membuat kerajinan tangan dari sampah, ada juga yang disetorkan ke pengepul sampah ataupun ke perusahaan yang bekerjasama.
Di Makassar sendiri, bank sampah termasuk bukan hal yang baru lagi. Banyak kecamatan yang sudah menerapkan hal ini. Saat ini sudah ada sekitar 700 lebih bank sampah unit dan sektoral yang tersebar di penjuru kota Makassar dengan jumlah nasabah mencapai 50 ribu orang.
Bank Sampah Agangta KBA Rappocini
Salah satu bank sampah yang baru diresmikan oleh Walikota Makassar Danny Pomanto di bulan November yang lalu adalah Bank Sampah Agangta KBA Rappocini yang berlokasi di RT 002-RW 001, Kelurahan Rappocini. Kehadiran bank sampah di kawasan ini membawa sangat banyak perubahan, baik di segi lingkungan maupun perubahan sikap warga masyarakat utamanya yang bermukim di lorong.
Dahulu, Rappocini dikenal sebagai salah satu daerah texas di Makassar, cap yang melekat sebagai kawasan yang kotor penuh sampah dan tidak aman. Sekarang bertransformasi dengan banyak perubahan positif yang bahkan menjadi kelurahan percontohan.
Baca juga : Menggali inspirasi hingga ke lorong Kota Makassar
Yang paling utama adalah penerapan hidup bersih dengan tidak membuang sampah sembarangan. Sampah-sampah sudah dipilaj sejak dari dapur yaitu sampah kering dan basah, dikumpulkan dan disetor di bank sampah. Bahkan bila menemukan sampah di jalan, warga akan segera memungutnya.
Dampaknya adalah setiap keluarga sadar untuk menjaga kebersihan dan mengelola sampahnya dengan baik, pun keluarga tersebut bisa mendapatkan penghasilan tambahan melalui penyetoran sampah ataupun daur ulang sampah menjadi barang kerajinan yang bermanfaat. Di sisi lain, bank sampah juga bisa menjadi solusi tercapainya lingkungan yang bersih dan nyaman bagi setiap warga. Terbukti pada kelurahan Rappocini ini, setiap lorong nampak bersih dan rapi.
Bank Sampah Agangta sebenarnya sudah ada di Kelurahan Rappocini sejak tahun 2014 tapi tidak beroperasi secara maksimal. Di tahun 2015, melalui unit bisnis Astragraphia, Astra masuk membantu memperbaiki dan menata bangunan bank sampah yang dulunya nampak kumuh.Tidak berhenti sekadar perbaikan fisik bangunan, Astra terus melakukan pendampingan dalam hal pemasaran bank sampah dan pelatihan untuk warga kelurahan Rappocini. Lalu di tahun 2016, Kampung Berseri Astra Rappocini diresmikan yang tentu saja semakin berdampak positif bagi warga sekitar.
Pembinaan yang dilakukan PT Astra mencakup 4 lingkup yaitu bidang kesehatan, pendidikan, kewirausahaan, dan lingkungan. Saat ini PT. Astra telah membina tiga Usaha Kecil Menengah (UKM) yang ada di daerah ini, seperti daur ulang sampah, rotan, makanan. Jika penasaran seperti apakah penampakan kelurahan Rappocini sekarang ini, silakan mampir dan buktikan bertapa berubahnya kawasan ini.
Jangan pernah menyepelekan sampah karena lingkungan dan hidup manusia pun bisa terancam oleh keberadaan benda yang sering kita abaikan ini. Satu sampah yang dibuang hari ini akan menumpuk menjadi berton-ton bila dilakukan setiap orang, setiap hari. Semoga inspirasi Astra dalam menjaga lingkungan dengan membantu dan membina hadirnya Bank Sampah Agangta KBA Rappocini bisa sampai dan tinggal di hati. Jangan membuang sampah sembarangan. Mulailah dari diri sendiri, mulailah dari sekarang 🙂
semoga bank sampah ini bisa menjangkau tempat2 lain biar makassar bisa lebih bersih.
Aminn, iyya ka Lia ini membantu sekali dalam hal kebersihan. Menurut data yg saya baca sih, sdh ada sekitar 700 bank sampah di Makassar